JAMU ATAU OBAT MODERN?

Obat tradisional dan jamu tentu bukanlah hal yang asing dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia sangat familiar dengan kebiasaan konsumsi hal tersebut karena dianggap lebih aman sehingga terbukti kini semakin banyak usaha kecil menengah memproduksi obat herbal. Lebih jauh lagi, bahkan produk obat tradisional dan jamu kini sudah memiliki pasar tersendiri baik lokal maupun internasional. Peredaran jamu atau obat-obatan tradisional yang mengandung zat kimia berbahaya dianggap merusak citranya.

Hampir secara berkala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI melakukan razia di toko obat. Dari razia tersebut, BPOM hampir selalu menemukan obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat dengan dosis tinggi. Obat-obatan yang mengandung bahan kimia dosis tinggi biasanya adalah obat pelangsing, obat kuat, obat rematik, dan obat penghilang rasa sakit. Tingginya kesediaan didorong oleh keinginan sebagian besar konsumen akan hasil yang instan, lebih jauh lagi mereka menganggap jamu alami dan aman. Konsumsi jangka panjang hal tersebut tentu akan menimbulkan gangguan kesehatan serius, terutama pada lambung, liver, dan ginjal.

"Itu yang merusak citra, bahan kimia obat yang disalah gunakan. BPOM serius mengenai hal ini dan akan membuat terobosan karena itu adalah tindakan kriminal," kata Kepala BPOM Dr.Roy Sparringa di sela peresmian fasilitas riset berbasis riset SOHO Centre of Excellence in Herbal Research di Sukabumi (13/8/15).

Permasalahan pada obat tradisional dan jamu didukung oleh data yang dimiliki Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tentang masih adanya persoalan mendasar pada persyaratan mutu obat tradisional dan jamu Indonesia. Kepala Badan POM Roy Sparringa menjelaskan persoalan mendasar tersebut yakni tentang standardisasi kebersihan dan sanitasi obat tradisional dan jamu. Produk yang dihasilkan para pengusaha usaha kecil menengah masih tak memenuhi persyaratan mutu angka lempeng total yakni cemaran bakteri dalam obat atau jamu.

"Data ini cukup menonjol tak terpenuhinya," terang Roy dalam sambutan Seminar Ilmiah Tanaman Obat Kelor di Kantor BPOM Jakarta, Rabu (12/8/2015).


Belandaskan data yang ditemukan, Direktorat Obat Asli Indonesia dan Pusat Obat dan Makanan BPOM ikut berkontribusi dengan penelusuran isu lebih dalam. Sebagaimana yang dikemukan oleh Roy Sparringa, pihaknya masih melakukan intervensi guna menangani masalah hingga ke hulu. Penelusuran isu mencakup soal bahan bakunya, atau saat proses produksi ada kontaminasi silang, bahan baku tidak tercemar. Roy optimis dalam melakukan intervensi sehubungan dengan besarnya angka produsen usaha kecil dan menengah yang masih membutuhkan bimbingan.

Komentar